Pancasila merupakan dasar negara Indonesia yang mencakup pedoman-pedoman untuk menjadi warga negara Indonesia yang baik dan bermartabat. Sebagai orang Indonesia tentunya kita tahu bahwa poin-poin di dalam Pancasila sangatlah mencerminkan diri kita sendiri. Dengan adanya Pancasila sebagai dasar negara kita, tentu saja program-program yang dilaksanakan oleh pemerintah haruslah mengikuti isi yang terkandung dalam Pancasila. SDGs adalah salah satu program pembangunan berkelanjutan yang dicetuskan PBB untuk kehidupan manusia yang lebih baik. Indonesia juga turut andil dalam program ini, dimana tujuannya sangatlah mirip dengan isi Pancasila itu sendiri.
Baik Pancasila maupun SDGs keduanya bersifat brotherly relations dan memiliki aspek lokal dan global sekaligus (beyond nations). Linkater (dalam Thame, 2010) mengembangkan gagasan global citizenship dengan harapan agar setiap individu memiliki kesadaran akan nilai-nilai humanisme bahwa semua umat manusia adalah sama, terlepas dari perbedaan fisik, ras, etnis, agama dan sebagainya. Walaupun kita memiliki banyak sekali perbedaan kita adalah satu, kita tinggal di bumi yang sama dan memiliki tanggung jawab dan impian yang tidak jauh berbeda. Dapat merasakan kehidupan yang adil, damai, sejahtera dan tanpa kemiskinan, tidak ada satu orang pun tidur dengan kondisi lapar, masyarakat dimana pun ia berada dapat hidup dengan sehat, pendidikan tidak lagi menjadi sesuatu yang mewah dan mahal dimana semua orang dapat belajar dengan kualitas yang sama bagusnya, lingkungan yang pro kesetaraan gender, dan masih banyak lagi hal lainnya.
Lalu, apa hubungannya Pancasila dengan program SDGs ini? Seperti yang dikatakan di atas, nilai-nilai Pancasila dan SDGs bersifat brotherly relations dan beyond nations dimana mereka saling berkaitan erat. Seperti contohnya dalam sila pertama Pancasila yang memiliki makna Ketuhanan Yang Maha Esa, sila ini menitikberatkan pada seluruh umat yang menganut agama untuk bisa memeluk agamanya sendiri tanpa adanya diskriminasi. Seorang sejarawan bernama Arnold J. Toynbee yang menulis buku berjudul A Study of History (1934), menyimpulkan bahwa peradaban-peradaban yang bertahan dalam waktu adalah peradaban yang di jantungnya masih terpercik visi ketuhanan atau visi spiritualitas. Sekuat apapun suatu peradaban dalam tampilan fisiknya, tetapi jika di jantungnya tidak terpercik visi spiritualitas maka peradaban itu berada di dalam ambang yang rapuh. Indonesia memiliki berbagai macam agama dan kepercayaan, karena kentalnya spiritualitas di negara ini maka dapat disimpulkan bahwa bangsa dan negara Indonesia akan terus ada dan bertahan; tentu saja jika semua orang memiliki nilai toleransi yang tinggi dan tidak saling mendiskriminasi agama lain.
Sila kelima Pancasila yang berbunyi “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” juga memiliki tujuan yang sama dengan program SDGs tentang menyetarakan hak-hak kemanusiaan yang seharusnya dapat diperoleh semua manusia tanpa terkecuali. Pendidikan, kesetaraan gender, mendapatkan layanan kesehatan yang baik, dan tidak adanya kemiskinan merupakan contoh perwujudan keterkaitan Pancasila dan program SDGs ini. Pada dasarnya, kelima sila Pancasila memang sudah mencakup segala aspek tentang kehidupan yang bermartabat terutama dalam hal ekonomi, sosial dan biosfer, juga memiliki tujuan untuk memperjuangkan kemanusiaan, keberadaban, dan keadilan. Hal ini tidak bisa diganggu gugat dan keterkaitannya adalah mutlak.
0 Komentar